Fakta Sejarah Al Quran dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat
Al Quran adalah kitab suci umat
islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara malaikat
jibril. Al Quran menjadi pedoman dan petunjuk bagi umut Islam dalam menjalani
kehidupan. Ada benang merah antara deklarasi kemerdekaan AS dengan dan Al
quran, salah satunya di bukti kan dengan presiden AS ke – 3 Thomas Jefferson
dan Al Quran miliknya.
Sejarah Islam dan Fakta tersebut menyeruak pada
2006 lalu. Kala itu, Keith Ellison terpilih sebagai anggota Kongres AS dari
negara bagian Minnesota. Politisi Partai Demokrat itu menjadi muslim pertama
yang bergabung dalam lembaga legislatif tersebut.
Saat pengambilan sumpah, ia
menggunakan Alquran dari perpustakaan Thomas Jefferson — pencetus Deklarasi
Kemerdekaan AS.
Keith Ellison menjadi anggota
Kongres AS yang disumpah dengan Alquran, salinan kitab suci milik Thomas
Jefferson (Asiatribune) Keputusannya itu jadi kontroversi. Dan, orang-orang pun
bertanya-tanya, bagaimana bisa Bapak Pendiri AS itu punya salinan Alquran?
Seperti yang dikutip dari
liputan6.com, Ketika kabar tersebut sampai ke telinga seorang penulis buku,
Denise Spellberg, ingatannya yang lama terkubur, menyeruak.
“Aku sudah lama tahu bahwa
Jefferson punya Alquran, namun perhatian media terarah pada anggota Kongres
yang menggunakannya dalam pengambilan sumpah. Aku tak mengira Alquran itu
selamat,” kata dia, seperti dikutip dari situs 15 Minutes History yang dikelola
The University of Texas, Austin.
Sebagian besar buku-buku dan
dokumen milik Thomas Jefferson hancur saat Inggris membakar Capitol and the Library
of Congress pada 1814.
Dalam bukunya ‘Thomas Jefferson’s
Qur’an: Islam and the Founders’, Spellberg menggambarkan bagaimana Alquran
diduga kuat mempengaruhi ide-ide Presiden ke-3 AS tentang pluralitas dan
kebebasan beragama.
Ide pluralisme pendiri Amerika
Serikat, Thomas Jefferson diduga kuat terkait dengan terjemahan Alquran yang
dimilikinya (Salon.com)
Thomas Jefferson adalah seorang
pencinta buku. “Ia memesan salinan Alquran pada tahun 1765, 11 tahun sebelum ia
menuliskan Deklarasi Kemerdekaan,” kata Spellberg, seperti Liputan6.com kutip
dari artikel ‘The Surprising Story Of ‘Thomas Jefferson’s Qur’an’ yang dimuat
di situs NPR pada 13 Oktober 2013.
Spellberg menambahkan, saat ini
orang cemas dan curiga dengan ajaran Islam, “kebanyakan karena orang-orang
belum memahami Islam dengan baik.” Pun pada masa itu di Amerika dan Eropa.
Citra Islam pada Abad ke-18 justru diwakili para perompak.
“Namun Jefferson merasa ingin
tahu tentang agama tersebut (Islam) dan aturannya, itu mengapa ia membeli
Alquran.”
Keputusannya membeli Alquran
mungkin juga dilatarbelakangi bidang studinya. Kala itu Jefferson belajar ilmu
hukum di College of William and Mary.
Ia membeli salinan terjemahan
Alquran yang ditulis George Sale di sebuah toko buku di Duke of Gloucester Street,
London dan mengirimkannya ke Virginia. Buku itu adalah terjemahan Alquran
terbaik ke Bahasa Inggris pada masanya.
Desakan Amerika Serikat menjadi
negara yang hanya mengakui satu agama: Kristen Protestan, menyeruak kala itu.
Bahkan, Katolik — yang dianggap mengakui kekuatan asing lewat Paus dan Vatikan
dianggap ‘orang luar’. Apalagi umat Islam dan Yahudi.
Dan, pada 1788, saat
negara-negara bagian akan meratifikasi Konstitusi, masalah identifikasi
non-Kristen adalah bagian dari perdebatan.
Namun, seperti dikutip dari situs
Oxford Islamic Studies, ada kesamaan antara pernyataan merdeka AS dengan Piagam
Madinah.
Bahkan Amandemen Pertama
Konstitusi AS menjamin kebebasan beragama. Salah satu isi Piagam Madinah adalah
terkait pluralitas dan persatuan melawan ancaman dari luar, juga perlindungan
bagi kaum minoritas.
Tak diketahui pasti apakah
Jefferson familiar dengan Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad pada
tahun 622 Masehi.
Diduga kuat pemikirannya
dipengaruhi terjemahan ayat-ayat Alquran tentang pluralisme. Salah satunya,
Surat Al Baqarah ayat 62.
Dan bagi Jefferson dan pendiri AS
lainnya, meski hanya minoritas, menyertakan muslim berarti membuka pintu bagi
semua umat beragama: pemeluk Yahudi, Katolik, dan lainnya. “Jika muslim
dikesampingkan, itu berarti tak ada prinsip-prinsip universalitas bagi semua
pemeluk agama di AS.”
Jefferson, George Washington, dan
para pendiri AS yang memproyeksikan populasi AS di masa depan, ironisnya, tak
mengetahui bahwa kala itu sudah ada pemeluk Islam di AS. Mereka adalah para
budak, yang dibawa dari Afrika barat dengan paksa.
Apapun, pada 9 Desember 1805,
Thomas Jefferson menjadi tuan rumah acara buka puasa bersama (iftar) di AS,
yang digelar di Gedung Putih.